Pasar Modal Syariah: Ketahui Pengertian dan Karakteristiknya
Pasar Modal Indonesia memiliki dua jenis, yaitu syariah dan konvensional. Perbedaannya, pada pasar modal syariah menerapkan prinsip syariah dalam kegiatan transaksi, produk, serta mekanisme transaksinya. Sebaliknya, pada pasar modal konvensional tidak menerapkan prinsip syariah.
Jika Sahabat Profits ingin berinvestasi pada produk investasi berbasis syariah di Pasar Modal Indonesia, maka Anda dapat memilih pasar modal syariah sebagai sarana investasi Anda. Namun, untuk dapat memahami lebih lanjut mengenai pasar modal syariah, mari kita simak pengertian serta karakteristik dari pasar modal syariah di bawah ini!
Pengertian Pasar Modal Syariah
Pasar modal syariah merupakan wadah untuk berinvestasi yang transaksinya tidak bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal. Pasar modal syariah bertujuan untuk memfasilitasi transaksi jual beli beragam instrumen investasi yang sesuai dengan prinsip syariah, sehingga pasar modal syariah dapat menjadi sarana untuk mengembangkan ekonomi syariah dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai dan prinsip syariah dalam kegiatan berinvestasi.
Karakteristik Pasar Modal Syariah
Penulis: Riska Novi Cahyani
Editor: Yundira Putri Rahmadianti & Dhira Parama Yuga
Baca Laporan
- Efek atau Surat Berharga yang Diperdagangkan
- Mekanisme Transaksi
- Rekening Dana Nasabah (RDN)
- Pihak yang Mengawasi

Foreign Index Futures (KBIA) Resmi Diluncurkan
Di hari Selasa (25/2), Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mengeluarkan produk Foreign Index Futures di Indonesia secara perdana.
Foreign Index Futures atau Kontrak Berjangka Indeks Asing (KBIA) merupakan produk derivatif baru, hasil kerja sama antara BEI dan Morgan Stanley Capital International (MSCI) yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). KBIA memiliki underlying indeks MSCI Hong Kong Listed Large Cap yang dapat mempresentasikan saham-saham berkapitalisasi besar di Hong Kong Stock Exchange.
Jika dibandingkan dengan produk investasi lainnya, KBIA memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
Baca Laporan
- Produk KBIA dapat digunakan untuk bertransaksi indeks luar negeri dengan tetap menjadi investor pasar modal Indonesia.
- KBIA dapat dimanfaatkan ketika kondisi bullish atau bearish, sehingga investor dapat meraih potensi keuntungan dengan melakukan pembelian (long) ketika bullish dan penjualan (short) ketika bearish.
- KBIA memiliki tingkat leverage hingga 33 kali lipat contract size sebesar Rp10.000 per poin indeks dan dana yang dibutuhkan untuk mentransaksikan produk ini hanya sekitar Rp200.000.
- Penyelesaian produk derivatif diselesaikan secara tunai dalam satu Hari Bursa (T+1), sehingga realisasi keuntungan bisa didapatkan lebih cepat.
January Effect: Apakah Terjadi Setiap Tahun?
Apa itu January Effect?
Fenomena January Effect pertama kali diungkapkan oleh Investment Banker bernama Sidney B. Wachtel pada 1942. Sidney mengungkapkan bahwa saham-saham berkapitalisasi pasar kecil akan bergerak mengungguli saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar besar. January Effect merupakan fenomena kenaikan harga saham yang biasanya sering terjadi pada bulan Januari. Peristiwa ini merupakan momentum yang dinantikan oleh trader maupun investor untuk mendapatkan profit atau keuntungan yang maksimal. Investor atau trader biasanya melakukan strategi dengan membeli saham sebelum bulan Januari.
Penyebab January Effect
January Effect terjadi karena ada beberapa hal, di antaranya:
Jika dilihat secara historis selama 10 tahun terakhir, IHSG tidak selalu mengalami kenaikan. Pada tahun 2017, 2020, 2021, 2023 dan 2024, IHSG pada bulan Januari mengalami koreksi atau pelemahan. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa selama 10 tahun terakhir, terdapat 6 Januari dengan kenaikan (hijau) dan 4 Januari dengan penurunan (merah). Sehingga fenomena January Effect ini tidak selalu terjadi.
Untuk melakukan transaksi jual-beli saham yang aman, mudah, dan terjangkau, gunakan Profits Anywhere dari Phintraco Sekuritas. Dengan fitur Trend Meter, kita dapat mengetahui tren saham potensial bearish atau bullish. Download aplikasi Profits Anywhere untuk gunakan beragam fiturnya.
Penulis: Riska Novi Cahyani
Editor: Yundira Putri Rahmadianti
Baca Laporan
- Adanya Penggunaan Bonus Akhir Tahun
Pada umumnya, investor dan trader memanfaatkan bonus akhir tahun sebagai sumber dana untuk membeli saham di awal tahun, khususnya pada bulan Januari.
- Lanjutan Fenomena Window Dressing
Biasanya Manajer Investasi pada saat akhir tahun di bulan Desember melakukan evaluasi portofolio dengan menjual saham-saham yang mengalami penurunan, sebagai gantinya Manajer Investasi akan kembali membeli saham pada awal tahun di bulan Januari.
- Psikologi Investor atau Trader
Pada awal tahun baru, banyak investor dan trader yang membuat resolusi keuangan dan investasi untuk meningkatkan keuangan pribadi menjadi lebih baik.
Apakah Fenomena January Effect Selalu Terjadi?
Intip Market Outlook 2025 di Tengah Perubahan Kepemimpinan dan Geopolitik
Phintraco Sekuritas kembali mengadakan kegiatan Market Outlook yang bertujuan memberikan informasi yang utuh dan berimbang kepada Bapak-Ibu sekalian mengenai outlook ekonomi dan Pasar Modal Indonesia di tahun 2025, sehingga Bapak-Ibu sekalian dapat Menyusun strategi investasi terbaik. Market Outlook kali ini bertemakan “Navigating the Shifting Tide” dengan judul “Cruising the Election and Geopolitical Waves”. Di Market Outlook 2025 kali ini, Phintraco Sekuritas mengundang Poltak Hotradero selaku Penasihat Pengembangan Bisnis PT Bursa Efek Indonesia, Dr. Hans Kwee, S.E., M.A., M.E. selaku Pengamat dan Praktisi Pasar Modal, serta Andi Setiawan selaku Vice President Investor Relations di PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk sebagai narasumber ahli.
Hadirnya kepemimpinan baru di Indonesia dan lebih dari 40 negara lainnya di tahun ini membuka kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan kebijakan, baik kebijakan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Belum lagi, potensi perubahan kebijakan juga mungkin terjadi di negara-negara dengan ekonomi besar, khususnya AS dan beberapa anggota Uni Eropa yang juga baru saja melangsungkan Pemilu pada akhir tahun 2024. Selain isu politik, tahun 2025 akan diramaikan dengan peningkatan tensi geopolitik di Eropa Timur dan Timur tengah yang turut memberikan pengaruh bagi pasar.
Menurut Dr. Hans Kwee, S.E., M.A., M.E., di tahun 2025, perang fisik akan berakhir menjadi perang dagang, khususnya antara AS dengan Tiongkok. Perang dagang, misalnya melalui saling balas tarif impor akan berdampak negatif ke ekonomi global, tidak terkecuali AS dan Tiongkok. Oleh sebab itu, Emerging Market mungkin akan kembali menarik dan meredam outflow dari Emerging Market. Di sisi lain, yield acuan di AS kemungkinan masih akan tinggi.
Untuk Indonesia, Dr. Hans Kwee, S.E., M.A., M.E. mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada di angka 5% hingga 5.5% dengan inflasi cukup rendah pada rentang 1.5% hingga 3.5%. Melalui paparannya, Dr. Hans Kwee, S.E., M.A., M.E juga memberikan rekomendasi instrumen investasi berupa government bond yield jangka panjang dan saham dengan nilai fundamental yang baik. Beberapa contoh dari saham tersebut di antaranya ialah saham blue chip, big 4, serta energi baru dan terbarukan.
Selanjutnya, Poltak Hotradero memaparkan gambaran ekonomi global pada 2025 yang tidak berbeda jauh dari 2024 dengan motor pertumbuhan ekonomi tetap pada Emerging Market. Sama seperti yang diungkapkan oleh Dr. Hans Kwee, S.E., M.A., M.E., Poltak Hotradero juga mengungkapkan bahwa ekonomi di negara maju turut menghadapi dinamika karena beberapa di antaranya mengalami perlambatan sedangkan beberapa lainnya mengalami rebound.
Poltak Hotradero menyampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa di atas 5%, tepatnya 5.1% mengacu pada proyeksi terakhir IMF. Kebijakan-kebijakan Perlinsos diharapkan membantu pertumbuhan ekonomi dan dinilai tidak memberatkan anggaran. Lebih spesifik, Poltak Hotradero menyampaikan bahwa saham-saham rate-sensitive, seperti perbankan, otomotif, real estate, dan konstruksi mungkin diuntungkan di 2025. Sektor defensif, seperti consumer good dan kesehatan dapat diperhatikan sebagai penyeimbang portofolio.
Sementara itu, Andi Setiawan membahas mengenai prospek telekomunikasi dalam pasar modal di tahun 2025. Menurutnya, sektor telekomunikasi juga memiliki prospek yang besar di masa mendatang. Andi Setiawan juga menyampaikan serangkaian kinerja positif yang dicatatkan oleh MTEL sepanjang 2024, rencana kedepan sampai dengan informasi mengenai kebijakan dividen. Dalam kesempatan ini, Andi Setiawan juga menanggapi sejumlah isu menarik yang tengah beredar di antara investor, misalnya terkait manfaat keberadaan sovereign wealth fund terhadap Perseroan yang tergabung di dalamnya.
Selain paparan yang telah disampaikan di atas, masih banyak penjelasan dan materi menarik lainnya yang dikemukakan oleh pembicara dalam Market Outlook 2025. Untuk simak pembahasan selengkapnya, Anda dapat mengunjungi tautan berikut:
[embed]https://www.youtube.com/live/H3M9fb1X6bc?si=clc-E3iBV5kth0MM[/embed]
Baca Laporan